Pages

Minggu, 05 Desember 2010

Mengupas Taktik & Strategi Tim Indonesia


06/12/2010
Oleh: supersoccer.com
Tidak hanya kemenangan yang diraih Indonesia dalam dua kali laga babak penyisihan Piala AFF 2010, tapi juga permainan impresif lewat strategi umpan pendek yang diterapkan pelatih Alfred Riedl. Mari kita kupas taktik dan formasi tim Indonesia di bawah pelatih asal Austria tersebut.
Perbedaan paling signifikan dari permainan Indonesia di bawah Alfred Riedl dan era pelatih sebelumnya, Benny Dolo, adalah keberanian dan kecerdasan untuk memainkan sepakbola taktis satu-dua sentuhan dengan kendali penuh di lini tengah. Sepeninggal Ivan Kolev, kita selalu disuguhi dengan sepakbola membosankan dengan umpan-umpan jauh menuju jantung pertahanan sembari berharap Bambang Pamungkas bisa memenangi semua duel udara. Semuanya berubah di Piala AFF kali ini.
Satu faktor paling penting yang menjadi keuntungan Riedl adalah keputusan naturalisasi Christian Gonzales sehingga ia menjadi legal untuk mengenakan seragam Merah Putih. Kehadiran El Loco di lini depan mengubah drastis gaya permainan Indonesia dengan kemampuannya menjadi tembok pantul di lini depan. Gonzales sangat kuat di udara dan bola sulit direbut dari kakinya. Dengan ditunjang pergerakan pemain tengah yang dinamis, ia hanya tinggal mengoper bola ke arah pemain yang merangsek. Tipe pemain seperti Gonzales ini langka di Indonesia karena selama ini kita hanya bisa dijejali penyerang yang memiliki lari kencang tapi kurang piawai menahan bola.
Tandem Gonzales di lini depan adalah striker muda yang lama bermukim di Belanda, Irfan Bachdim. Irfan memiliki skill dribble dan teknik di atas rata-rata pemain Indonesia umumnya, tapi bukan itu alasan utama mengapa ia bersinar di tim nasional. Yang paling utama dari Irfan adalah pergerakannya menunjang Gonzales sebagai ujung tombak. Seperti sudah disebutkan di atas, jika Gonzales memegang bola di wilayah pertahanan lawan, pemain yang berada di belakangnya harus menunjangnya dan disinilah kelebihan Irfan. Tidak semua pemain Indonesia memiliki kemampuan positioning yang baik dan Irfan menunjukkannya dengan sempurna.
Formasi yang dipakai Riedl sebenarnya standar, 4-4-2, tapi yang menjadi menarik adalah bagaimana ia mengaplikasikannya dengan pendekatan yang sama sekali berbeda dengan era sebelumnya. Tim Indonesia sebelumnya terlalu bergantung pada Firman Utina yang diforsir untuk melepaskan umpan-umpan jauh ke jantung pertahanan lawan dan sesungguhnya ini tidak efektif karena kelebihan kita terletak pada kecepatan dan umpan pendek. Kehadiran Gonzales berarti berkurangnya beban Firman dan ia memiliki kebebasan lebih untuk bergerak tanpa harus buru-buru mengoper bola.
Dalam dua pertandingan pertama, kedua sayap Indonesia adalah teror bagi tim-tim lawan. Kehadiran Oktovianus Maniani menyebabkan orang lupa pada absennya Boaz Solossa yang tadinya diduga akan berdampak besar pada permainan Indonesia. Permainan Okto terlihat seperti duplikat Boaz dengan akselerasi maut dan kemampuan satu lawan satu yang hebat. Hal lain yang menonjol dari pemain sayap Sriwijaya FC ini adalah determinasi dan work rate yang luar biasa. Okto rajin sekali menyapu sisi kiri tim nasional, bahkan turun jauh ke belakang untuk membantu pertahanan. Hebatnya, ia nampak tidak pernah kehabisan napas dan tak urung untuk naik terus hingga ke atas membantu serangan. Setiap kali ia melakukan penetrasi ke dalam kotak penalti, kita tahu bahwa sesuatu yang luar biasa akan terjadi.
Di sayap kanan kita memiliki M Ridwan yang biasanya diplot sebagai bek kanan. Riedl menyukai Ridwan yang memiliki gaya permainan bek sayap modern yang gemar membantu penyerangan dan berpikir lebih baik menjadikannya pemain sayap sekalian. Kita bisa melihat determinasi dan kecepatan Ridwan dari dua gol yang ia ciptakan dalam dua pertandingan.
Satu pemain yang sangat saya gemari penampilannya di tim nasional adalah gelandang bertahan, Ahmad Bustomi. Riedl mengambil keputusan besar dengan tidak memanggil pemain-pemain yang biasa menghuni pos ini di tim nasional seperti Ponaryo Astaman dan Syamsul Bachri. Ia mempercayakan posisi vital ini kepada Bustomi yang nyatanya memiliki permainan berbeda dengan dua pemain itu. Gaya permainan Bustomi tidak sekeras Syamsul yang sering disebut sebagai Gattuso-nya Indonesia. Ia juga tidak sekedar seruduk sana seruduk sini. Bustomi adalah gelandang bertahan modern yang tidak hanya menjadi orang pertama dalam menghalau serangan sebelum sampai ke lini pertahanan, tapi juga bisa menjadi orang pertama yang memulai serangan. Hampir semua gol Indonesia dimulai dari bola yang diawali Bustomi dari bawah. Jika anda membutuhkan perbandingan, peran Bustomi lebih mirip Xabi Alonso dibanding Gattuso.
Indonesia memiliki problem pelik di lini belakang dan masalahnya tidak terletak pada pemilihan pemain, tetapi pada koordinasi. Duet Maman dan Hamka Hamzah adalah yang terbaik setelah cedera menimpa Nova Arianto. Begitu juga dengan M Nasuha dan Zulkifli Syukur selaku bek sayap beserta Markus Horison sebagai orang terakhir di bawah mistar gawang. Hamka memiliki postur yang ideal sebagai bek tengah, tapi kadang-kadang ia terlalu mudah dilewati seperti saat terciptanya gol pertama Malaysia. Saat babak kedua melawan negara jiran itu, barisan pertahanan Indonesia juga sering kali kecolongan oleh pergerakan pemain lawan di kedua sayap yang untungnya tidak bisa dimaksimalkan. Barisan pertahanan kita perlu ekstra hati-hati menghadapi tim yang lebih kuat karena jebakan offside yang buruk adalah penyakit Indonesia selama ini.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Powered by Blogger